Jumat, 15 Februari 2008

Membangun Pribadi Caring

MEMBANGUN PRIBADI CARING PERAWAT

Era globalisasi yang sedang dan akan kita hadapi dibidang kesehatan menimbulkan secercah harapan akan peluang (opportunity) meningkatnya pelayanan kesehatan. Terbukanya pasar bebas memberikan pengaruh yang penting dalam meningkatkan kompetisi disektor kesehatan. Persaingan antar rumah sakit memberikan pengaruh dalam manajemen rumah sakit baik milik pemerintah, swasta dan asing dengan tujuan akhir adalah untuk meningkatkan pelayanan. Tuntutan masyrakat akan pelayanan kesehatan yang memadai semakin meningkat turut meberikan warna diera globalisasi dan memacu rumah sakit untuk memberikan layanan terbaiknya agar tidak dimarginalkan oleh masyarakat.

Mutu pelayanan keperawatan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan, bahkan menjadi salah satu faktor penentu citra institusi pelayanan kesehatan (rumah sakit) di mata masyarakat. Hal ini terjadi karena keperawatan merupakan kelompok profesi dengan jumlah terbanyak, paling depan dan terdekat dengan penderitaan orang lain, kesakitan, kesengsaraan yang dialami masyarakat. Salah satu indikator mutu layanan keperawatan adalah kepuasan pasien. Perilaku Caring perawat menjadi jaminan apakah layanan perawatan bermutu apa tidak.

Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner (1989), menempatkan caring sebagai dasar dalam praktek keperawatan. Diperkirakan bahwa ¾ pelayanan kesehatan adalah caring sedangkan ¼ adalah curing. Jika perawat sebagai suatu kelompok profesi yang bekerja selama 24 jam di rumah sakit lebih menekankan caring sebagai pusat dan aspek yang dominan dalam pelayanannya maka tak dapat disangkal lagi bahwa perawat akan membuat suatu perbedaan yang besar antara caring dan curing (Marriner A-Tomey, 1998). Kenyataan yang dihadapi saat ini adalah bahwa kebanyakan perawat terlibat secara aktif dan memusatkan diri pada fenomena medik seperti cara diagnostik dan cara pengobatan.

Caring yang diharapkan dalam keperawatan adalah sebuah perilaku perawatan yang didasari dari beberapa aspek diantaranya : 1) human altruistic (mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan), 2) Menanamkan kepercayaan-harapan, 3) Mengembangkan kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain, 4) Pengembangan bantuan dan hubungan saling percaya, (5) meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan yang positif dan negatif, (6) sistematis dalam metode pemecahan masalah (7) Pengembangan pendidikan dan pengetahuan interpersonal, (8) meningkatkan dukungan, perlindungan mental, fisik, sosial budaya dan lingkungan spiritual (9) Senang membantu kebutuhan manusia, (10) menghargai kekuatan eksistensial-phenomenologikal. (Watson, 1979).

Untuk membangun pribadi Caring, perawat dituntut memiliki pengetahuan tentang manusia, aspek tumbuh kembang, respon terhadap lingkungan yang terus berubah, keterbatasan dan kekuatan serta kebutuhan-kebutuhan manusia. Bukan berarti kalau pengetahuan perawat tentang Caring meningkat akan menyokong perubahan perilaku perawat.
Caring dalam asuhan keperawatan merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat dalam merawat pasien. Secara teoriti ada tiga kelokmpok variabel yang mempengaruhi kinerja tenaga kesehatan diantaranya variabel individu, variabel organisasi dan psikologis. Menurut Gibson(1987) yang termasuk variabel individu adalah kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografi. Variable psikologi merupakan persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Dan variabel organisasi adalah kepemimpinan, sumber daya, imbalan struktur dan desain pekerjaan. Dengan demikian membangun pribadi Caring perawat harus menggunakan tiga pendekatan. Pendekatan individu melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan caring. Pendekatan organisasi dapat dilakukan melalui perencanaan pengembangan, imbalan atau yang terkait dengan kepuasan kerja perawat dan serta adanya effektive leadership dalam keperawatan. Peran organisasi(rumah sakit) adalah menciptakan iklim kerja yang kondusif dalam keperawatan melalui kepemmpinan yang efektif, perencanaan jenjang karir perawat yang terstruktur, pengembangan system remunerasi yang seimbang dan berbagai bentuk pencapaian kepuasan kerja perawat. Karena itu semua dapat berdampak pada meningkatnya motivasi dan kinerja perawat dalam caring.
Tidak mudah merubah perilaku seseorang dalam waktu yang singkat. Apakah orang yang lulus pendidikan tinggi melalui pendidikan berlanjut menjadi baik perilaku caring nya ? Apakah dengan iklim organisasi yang baik tiba-tiba seseorang perawat akan lebih Caring. Bukan pekerjaan yang mudah untuk merubah perilaku seseorang. Yang terbaik adalah membentuk Caring perawat sejak dini, yaitu sejak berada dalam pendidikan. Artinya peran pendidikan dalam membangun caring perawat sangat penting. Dalam penyusunan kurikulum pendidikan perawatan seyogyanya memasukkan unsur caring dalam setiap mata kuliah. Penekanan pada humansitik, kepedulian dan kepercayaan, komitmen membantu orang lain dan berbagai unsur caring yang lain harus ada dalam pendidikan perawatan. Andaikata pada saat rekruitmen sudah ada system yang bisa menemukan bagaimana sikap caring calon mahasiswa keperawatan itu akan membuat perbedaan yang mendasar antara perawat sekarang dan yang akan datang dalam perilaku caring – nya. Selain itu perlu dilakukan sosialisasi konsep caring pada perawat guna memberikan pemahaman yang mendalam tentang apa yang harus dilakukan perawat agar bersikap caring dalam setiap kontak dengan pasien. Pada akhirnya mutu asuhan keperawatan diharapkan akan terjamin dengan peningkatan periaku caring perawat


Referensi
Gibson, James L et al.(1987) Organisasi dan manajemen : perilaku, struktur dan proses, terjemahan Djarkasih Jilid 1 Penerbit Erlangga jakarta
Tomey, Marriner dan Alligood (1998) Nursing Theorists and their Work, Philadelphia : Mosby
Watson, Jean.(2004). Theory of human caring. Diambil dari Http://www2.uchsc.edu/son/caring tanggal 1 Nopember 2007



Kamis, 25 Oktober 2007

GANGGUAN PENGGUNAAN ZAT ADIKTIF

GANGGUAN PENGGUNAAN ZAT ADIKTIF


A. Pengertian

Gangguan penggunaan zat adiktif adalah suatu penyimpangan perilaku yang disebabkan oleh penggunaaan zat adiktif yang bekerja pada sususnan saraf puzat yang mempengaruhi tingkah laku, memori, alam perasaan, proses pikir dari seseorang. Penggunaan zat adiktif ini akan dapat mengalami suatu kondisi lanjut yaitu ketergantungan zat adiktif.
Yang dimaksud engan ketergantungan zat adiktif adalah suatu kondisi yang cukup berat dimana pola penggunaan zat yang patologis menyebabkan sipengguna mengalami sakit cukup berat dan berbagai macam kesulitan, tetapi tidak mampu menghentikannya. Kondisi ini ditandai dengan adanya : sindroma putus zat dan toleransi. Sindroma putus zat adalah kondisi dimana sipengguna zat adiktif menurunkan atau menghentikan penggunaan zat yang biasanya digunakan, akan menimbulkan gejala yang sesuai dengan jenis obat/zat yang digunakan. Toleransi adalah suatu kondisi dimana sipengguna obat / zat mengalami peningkatan dosis zat setiap penggunaan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki

B. Rentang Respon

Rentang Respon Kimiawi Tubuh terhadap Penggunaan Zat Adiktif

Respon Adaptif respon maladaptif
Eksperimental rekreasional Situasional Penyalahgunaan Ketergantungan fisik psikologis, toleransi

Penggunaan zat eksperimental
adalah penggunaan taraf awal, disebabkan oleh rasa ingin tahu, ingin mencari -pengalaman baru atau sering juga dikatakan sebagai tahap awal

Penggunaan Secara rekreasional
Penggunaan pada waktu berkumpul bersama dengan teman sebaya misalnya pada waktu pertemuan, malam minggu, ulang tahun. Penggunaan ini bertujuan untuk rekreasi bersama teman sebaya

Penggunaan zat secara situasional
Remaja menggunakan zat mempunyai tujuan tertentu secara individual, sudah merupakan kebutuhan diri, cara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah. Digunakan pada waktu konflik stres dan frustasi
Penyalahgunaan zatadiktif
Sudah bersifat patologis dan sudah mulai digunakan secara rutin, sudah terjadi atau berlangsung lebih dari zatu bulan terjadi penyimpangan perilaku

Ketergantungan zat adiktif
Penggunaan zat yang cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis, adanya toleransi dan sindroma putus zat

C. Pengenalan Zat adiktif

Zat adiktif adalah zat yang sering digunakan oleh individu yaitu zat yang bersifat psikoaktif dimana zat tersebut bekerja pada susunan saraf puzat sehingga menyebabkan perilaku, kesadaran, persepsi, alam perasaan, orientasi dan memori seseorang.

Macam-macam zat adiktif.
1. Alkohol : Bir, Whyski, Rum, Brendy, Vodka.
2. Opioda : Opium, Codein, Morphin, , Heroin.
3. Stimulantia : Kokain, Aphetamin, Kafein, Nikotin.
4. Sedatavia dan Hipnotika : Valium, Librium. Luminal.
5. Halusinogen : Ilusi, Visual, Alam Perasaan.
6. Inhalausia/Solvon : Aerosol Spray, Bensin, Pelumas.

D. Pengkajian
1. Faktor predisposisi
a. Faktor biologis ( Genetik , metabolik, infeksi pada otak, penyakit kronis)
b. Faktor psikologis
 Type kepribadian yang tergantung (dependent)
 Harga diri yang rendah, terutama untuk ketergantungan alkhohol, sdatif hypnotik yang diikuti rasa bersalah
 Pembawa keluarga : Kondisi keluarga yang tidak setabil, role model yang negatif, kurang dipercaya, tidak mampu untuk yang lainnya, dan orang tua yang ketergantungan zat adiktif
 Individu yang perasaan tidak aman
 Ketrampilan menggunakan koping yang menyimpang
 Remaja yang mengalami gangguan identitas diri : kecenderungan homoseksual, krisis identitas, menggunakan zat adiktif untuk menyatakan kejantanannya
 Rasa bermusuhan dengan orang tua

c. Faktor sosisal kultural
 Persepsi / penerimaan masyarakat terhadap pengguanan zat adiktif
 Masyarakat yang ambivalensi tentang penggunan dan penyalahgunaan zat adiktif seperti tembakau, ganja dan alkhohol
 Role model orang tua yang menggunakan dan menyalahgunakan zat adiktif ( faktor identifikasi keluarga)
 Norma budaya : sukun bangsa tertentu menggunakan zat adiktif (halusinogen, alkhohol ) untuk upacara adat dan keagamaan
 Remaja yang lari dari rumah
 Remaja dengan perilaku penyimpangan seksual usia dini
 Remaja usia dini sudah melakukan tindakan kriminal

2. Faktor presipitasi
Stress dalam kehidupan merupakan suatu kondisi pencetus terjadinya gangguan zat adiktif. Bagi remaja penggunaan zat adalah suatu cara untuk mengatasi stress yang dialami dalam kehidupan. Stressor presipitasi untuk terjadinya penyalahgunaan zat adiktif adalah
a. Pernyataan untuk mandiri dan membutuhkan teman-teman sebaya sebagai pengakuan
b. Reaksi sebagai suatu prinsip kesenangan, tujuannya untuk menghindari sakit dan mencari kesenangan
c. Kehilangan orang yang berarti : pacar, orang tua, orang terdekat dll
d. Diasingkan oleh lingkungan
e. Kompleksitas dan ketegangan kehidupan modern
f. Tersedianya obat-obatan
g. Pengaruh dan tekanan teman sebaya
h. Mudah mendapatkan zat adiktif
i. Pesan dari masyarakat “ bahwa zat adiktif dapat menyelesaikan semua masalah.

3. Tingkah laku
Penyalahgunaan zat adiktif dapat berkembang menjadi ketergantungan fisik, psikologis dan toleransi. Ketergantungan fisik adalah tubuh membutuhkan zat adiktif dan jika tidak dipenuhi maka akan terjadi gejala putus zat pada fisik. Ketergantungan psikologik adalah efek subyektif dari sipengguna zat.
Tingkah laku dan kondisi ketergantungan yang tersebut diatas adalah :
a. Tingkah laku pasien pengguna sedatif hipnotik
 Menurunnya sifat menahan diri
 Jalan tidak stabil, koordinasi motorik kurang
 Bicara cadel dan bertele-tele
 Sering datang ke dokter untuk minta resep
 Kurang perhatian
 Sangat gembira, berdiam ( depresi), kadang-kadang bersikap bermusuhan
 Mengantuk
 Ganggguan dalam daya pertimbangan
 Dalam keadaan yang over dosis, kesadaran menurun dan dapat menimbulkan kematian
 Meningkatkan rasa percaya diri
b. tingkah laku pengguna ganja
 Kontrol diri menurun bahkan hilang sama sekali
 Menurunnya motivasi perubahan
 Ephoria ringan
c. Tingkah laku pengguna alkhoho
 Bersikap bermusuhan ( hostilitas)
 Kadang bersikap murung, diam ( depresi)
 Kontrol diri menurun
 Suara keras, cedal dan kacau
 Agresif
 Minum alkhohol pada pagi hari agar tak kenal waktu
 Partisipasi lingkungan sosial sangat kurang
 Daya pertimbangan menurun
 Koordinasi motorik terganggu, cenderung kecelakaan
 Dalam keadaaan over dosis kesadaran menurun sampai koma
d. Tingkah laku penggunan opioda
 Terkantuk-kantuk
 Bicara cedal
 Koordinasi motorik terganggu
 Acuh terhadap lingkungan dan kurang perhatian
 Perilaku manipulatif untuk mendapatkan zat adiktif
 Kontrol diri kurang
e. Tingkah laku pada pengguna kokain
 Hyperaktif
 Euphoiria sampai agitasi
 Iritabilitas
 Halusinasi dan waham, seperti skisofrenia paranoid
 Kewaspadaan berlebihan
 Sangat tegang
 Gelisah dan insomnia
 Tampak mem,besar-besarkan sesuatu
 Dalam keadaan over dosis : kejang , delirium dan paranoid
f. Tingkah laku pengguna halusinogen
 Tingkah laku tidak dapat diramalkan, Tingkah laku merusak diri
 Halusinasi, ilusi
 Distorsi ( Gangguan dalam penilaian) waktu dan jarak.
 Sikap merasa diri besar
 Kewaspadan meningkat
 Depersonalisasi
 Pengalaman yang gaib/ajaib

4. Mekanisme koping
Mekanisme koping yang digunakan adalah denial dari masalah, proyeksi untuk melepaskan tanggung jawab dan disosiasi sebagai efek dari penggunaan zat adiktif
Data khusus yang perlu didapat saat menghadapi orang dengan ketergantungan
 Jumlah dan kemurnian zat yang digunakan
 Seringnya menggunakan ( hari, minggu, bulan )
 Metode ( rokok, hisap Injeksi, dll )
 Dosis terakhir yang dugunakan
 Cara memperoleh zat
 Dampak bila tidak menggunakan
 Jika over dosis beratnya seberapa
 Tujuan pasen datang
 Sisem dukungan yang ada ( keluarga, sosial dan finansial)
 Tingkah laku manipulaitf
E. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA diagnosis keperawatan pada pengguna zat adiktif adalah sebagai berikut :
 Gangguan persepsi sensori pada gangguan halusinogen sehubungan dengan tekanan teman sebaya dimanifestasikan menutup telinga dan berteriak " jangan katakan itu " bila pasien ditinggal dikamar
 Gangguan proses berfikir pengguna alkhohol sehubungan dengan tekanan dari hukum, tuntutan keluarga dimanifestasikan dengan bingung dan kurang sadar
 Gangguan persepsi sensori : visual pada penggunaan alkohol sehubungan dengan hilangnya pekerjaan dan ditolak keluarga dimanifestasikan dengan berkata kepada perawat : bersihkan binatang kecil ini sambil menyapu bajunya dengn tangan.
 Gangguan berhubungan sosial : manipulatif b - d kondisi putus zat adiktif
 Tidak efektifnya kopping individu sehubungan dengan terus menggunakan zat adiktif, hambatan lingkungan sosial
 Gangguan konsep diri ( HD rendah) b -d tidak mampu mengatasi perasaannya, menggunakan mekanisme kping ( denial)
 Gangguan pemusatan perhatian b - d dampak pemakaian zat adiktif
 Gangguan aktifitas sehari-hari b - d
 Partisipasi keluarga yang kurang dalam program pengobatan b - d kurang pengetahuan
 Menolak mengikuti aktivitas program b - kurang motivasi
 Potensial melarikan diri b - d ketergantungan psikologis
 Resiko perilaku merusak diri b - d halusinasi

F. Perencanaan
1. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam memberikan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan penggunaan zat adiktif adalah :
 agar tidak terjadi ancaman terhadp kehidupan
 Aman dari kecelakaan pada kondisi intoksikasi / setelah masa detoksikasi
 Termotivasi utuk mengikuti program terapi jangka panjang
 Mengenal hal-hal positif pada dirinya
 Menggunakan koping yang sehat dalam mengatasi masalah
 Keluarga bekerja sama dalam program terapi
 Mempunyai pengetahuan untuk merawat setelah pasien pulang
2. Rencana intervensi
a. Pendidikan kesehatan untuk pencegahan penggunaan zat adiktif
 Adakan grup diskusi tentang penggunaan zat adiktif, pengalaman, dan koreksi interpretasi yang salah
 Demonstrasikan dampak negatif penggunaan zat adiktif ( putar film, bahan bacaan dll)
 Buat kelompok kecil sesama teman yang menyalahgunakan zat yang telah lepas karena pengalaman yang tidak menyenangkan
 Ajarkan Pengungkapan verbal terhadap penolakan pikiran yang mengganggu untuk penggunaaan zat adiktif
b. Tindakan keperawatan pada gangguan zat adiktif
 Membahas dengan pasien tinhgkah laku menyalahgunakan zat dan resiko pengunaan
 Membantu pasien mengidentifikasi masalah penyalahgunan zat
 Mendorong pasien agar mau mengikuti program terapi
 Mendorong pasien mengutarakan hal-hal yang menyebabkan penyalahgunaan zat
 Mengadakan kontrak persetujuan dengan pasien
 Membantu pasien mengenal dan menggunakan koping yang sehat
 Konsisten memberi dukungan
c. Menjaga keamanan dan kenyamanan fisik secara optimal
 Memberikan perawatan fisik : observasi tanda vital, keseimbangan cairan dan kejang
 Memberikan obat sesuai dengan dosis ( terapi detoksifikasi)
 Observasi sindroma putus zat dan mencatat adanya kemungkinan sinroma putus zat
d. Dukungan sosial
 Identifikasi dan kaji sistem dukungan sosial
 Menyediakan dukungan dari orang-orang yang berarti
 Memberikan pendidikan kepada pasien yang berarti tentang masalah penyalahgunaan zat adiktif dan sumber yang tersedia untuk mengatasi
 Mengirim pesan pada sumber yang tepat dan memberi dukungan sampai pasien ikut dalam program
e. Meningkatkan pengembangan alternatif metodfe pemecahan masalah pada stress dan atau konflik
 Menganjurkan pasien untuk menggali cara alternatif pemecahan masalah pada stress dan situasi yang menyulitkan
 Menolong pasien untuk mengidentifikasi masalah, pendekatan pemecahan masalah dan mengevaluasi proses
 Membatu klien mengidentifikasikan dan mengekspresikan cara yang diterima dan memberikan dorongan yang positif
 Mengikutsertakan pasien dalam kelompok teman sebaya untuk mengkonfrontasikan, umpan balik positif dan membagi perasaan
f. Mempersiapkan pasien pulang
 Mengikutsertakan pasien dalam merehabilitasikan vokasional pelayanan sosial dan sumber lain sesuia dengan kebutuhan individu

Dx 1
Gangguan kesadaran : somolent berhubungan dengan intoksikasi sedatif hypnotik
Tujuan : Pasien tidak menurun kesadarannya selama intoksikasi obat sedatif hipnotik.
Tindakan keperawatan
- Observasi tanda-tanda vital terutama kesadaran, gejala kejang terutama 25 menit pada 3 jam pertama, 30 menit 3 jam kedua, setiap 1 jam selama 24 jam berikutnya.
- Bekerja sama dengan dokter dalam pemberian obat diazapam, perhatikan dosis, reaksi pasien dan lama pemberian.
- Memberikan rangsangan fisik secara terus menerus dengan cara menepuk-nepuk bahu, memanggil nama pasien, mengajak bicara terus menerus agar pasien tetap sadar, dan tidak jatuh pada kondisi koma.
- Memberikan rasa nyaman dan aman misalnya : mengurangi bunyi-bunyian yang merangsang emosional pasien.
- Menjaga keselamatan diri pasien selama kesadarannya terganggu dan temani pasien sampai kesadarannya pulih kembali.
- Bila gelisah, sulit diatasi kalau perlu fiksasi.

Dx 2
Gangguan pemusatan perhatian sehubungan dengan dampak penggunaan zat adaptif.
Tujuan :
Pasien dapat mengikuti program therapi dalam jangka panjang.
Tindakan keperawatan :
- Mengkaji dan evaluasi dengan melakukam psikotest intelegensi pasien.
- Mengkaji sosial ekonomi dan tingkat pendidikan pasien.
- Memberikan kegiatan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan pasien.
- Memberikan pujian bila pasien melakukan/menyelesaikan sesuatu pekerjaan.
- Mengikutsertakan pasien dalam kegiatan pertemuan kelompok setiap pagi diberi tugas suatu berita yang aktual misalnya TV, koran, Radio dan dibahas bersama-sama pasien lain.

g. Evaluasi

- Pasien dapat mencapai kebutuhan fisik dan harga diri secara alamiah.
- Tingkah laku pasien dapat direfleksikan melalui tingkat pengertian tentang adanya hubungan antara stres dengan kebutuhan untuk menggunakan zat.
- Sumber koping pasien adekuat
- Pasien mengenal kecemasan dan sadar akan perasaannya.
- Pasien menggunakan sumber koping yang adaktif.
- Pasien mempunyai alternatif untuk mengatsi stres atau cemas.
- Pasien mampu secara periodik tetap tidak menggunakan zat adiktif.
- Pasien berpartisipasi dalam program perawatan yang diberikan.